Senin, 13 Maret 2017

DASAR BIMBINGAN SERTA KONSELING KELOMPOK I

 DASAR BIMBINGAN SERTA KONSELING KELOMPOK I

bimbingan dan konseling kelompok

Diskripsi Pertumbuhan serta psikologi Remaja





a.    Pengertian Bimbingan Kelompok
1)        Menurut Dewa Ketut Sukardi (2002 :48),bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu (terutama dari pembimbing/ konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
2)        Menurut Prayitno ( 1995 : 62 ) menyatakan Bimbingan kelompok berarti memanfaatkan dinamika untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan dan konseling. Bimbingan kelompok lebih merupakan suatu upaya bimbingan kepada individu-individu melalui kelompok.
3)        Menurut Juntika (2003 : 31),bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas kelompok membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial.
4)        Menurut Prof. Mungin (2005 : 17) menyatakan bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok di mana pimpinan kelompok menyediakan informasi-informasi dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial atau untuk membantu anggota-anggota kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.
5)        Menurut W.S.Winkel dan M.M. Sri Hastuti. (2004:111). Bimbingan kelompok dilakukan bilamana siswa yang dilayani lebih dari satu orang. Bimbingan kelompok dapat terlaksana dengan berbagai cara, misalnya dibentuk kelompok kecil dalam rangka layanan Konseling (konseling kelompok), dibentuk kelompok diskusi, diberikan bimbingan karier kepada siswa-siswi yang tergabung dalam satu kesatuan kelas di SMA. Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri.
Jadi dapat disimpulkan kegiatan bimbingan kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada sejumlah individu dalam bentuk kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk membahas topik tertentu  yang dipimpin oleh pemimpin kelompok bertujuan menunjang pemahaman, pengembangan dan pertimbangan pengambilan keputusan/ tindakan individu.
b.   Pengertian Konseling Kelompok
1)      Menurut Dewa Ketut Sukardi (2003) konseling kelompok merupakan konseling yang di selenggarakan dalam kelompok, dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang terjdi di dalam kelompok itu. Masalah-masalah yang dibahas merupakan masalah perorangan yang muncul di dalam kelompok itu, yang meliputi berbagai masalah dalam segenap bidang  bimbingan (bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir).
2)      Menurut Heru Mugiarso (2007) konseling kelompok merupakan layanan konseling yang diselenggarakan dalam suasana kelompok. Materi umum layanan konseling kelompok diselenggarakan dalam kelompok yang memanfaatkan dinamika kelompok yang meliputi segenap bidang bimbingan. Masalah tersebut dilayani melalui pembahasan yang intensif oleh seluruh anggota kelompok.
3)      Menurut Prayitno (2004) layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan yang dilaksanakan didalam suasana kelompok. Disana ada konselor dan ada klien, yaitu para anggota kelompok (yang jumlahnya minimal dua orang). Disana terjadi hubungan konseling dalam suasana yang diusahakan sama seperti dalam konseling perorangan yaitu hangat, permisif, terbuka dan penuh keakraban. Dimana juga ada pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah (jika perlu dengan menerapkan metode-metode khusus), kegiatan evaluasi dan tindak lanjut.
4)      Menurut Winkel (2007) konseling kelompok adalah suatu proses antarpribadi yang dinamis, yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari.
5)      Menurut Tatik Romlah (2001) konseling kelompok adalah upaya untuk membantu individu agar dapat menjalani perkembangannya dengan lebih lancar, upaya itu bersifat pencegahan serta perbaikan agar individu yang bersangkutan dapat menjalani perkembangannya dengan lebih mudah.
6)      Menurut Gazda (1989) dalam Tatik Romlah (2001) konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis yang memusatkan diri pada pikiran dan perilaku yang sadar dan melibatkan fungsi-fungsi seperti sikap permisif, orientasi pada kenyataan, katarsis, saling pengertian, saling menerima dan membantu.
7)      Dari uraian-uraian yang disampaikan beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwasannya konseling kelompok merupakan salah satu layanan konseling yang di selenggarakan dalam suasana kelompok yang memanfaatkan dinamika kelompok, serta terdapat hubungan konseling yang hangat, terbuka, permisif dan penuh keakraban.hal ini merupakan upaya individu untuk membantu individu agar dapat menjalani perkembangannya dengan lebih lancar, upaya itu bersifat preventif dan perbaikan. Sebab, pada konseling kelompok juga ada pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah, kegiatan evaluasi dan tindak lanjut.
           
2.      Tujuan Bimbingan dan Konseling Kelompok
a.   Tujuan Bimbingan kelompok
1)   Tujuan Umum
Secara umum layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk pengembangan kemampuan bersosialisasi, khususnya kemampuan berkomunikasi perserta layanan (siswa).
2)    Tujuan Khusus
Secara lebih khusus layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yaitu peningkatan kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal para siswa.
Menurut Prayitno (1995 : 70) tujuan yang ingin dicapai dalam bimbingan kelompok yaitu penguasaan informasi untuk tujuan yang lebih luas, pengembangan pribadi, dan pembahasan masalah atau topik-topik umum secara luas dan mendalam yang bermanfaat bagi para anggota kelompok
Menurut Mungin Eddy Wibowo, (2005:17).Tujuan bimbingan kelompok adalah untuk memberi informasi dan data untuk mempermudah pembuatan keputusan dan tingkah laku.
b.      Tujuan Konseling Kelompok
1)        Menurut Mungin Eddy Wibowo, (2005:20). Tujuan yang ingin dicapai dalam konseling kelompok, yaitu pengembangan pribadi, pembahasan dan pemecahan masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok, agar terhindar dari masalah dan masalah terselesaikan dengan cepat melalui bantuan anggota kelompok yang lain.
2)        Menurut Dewa Ketut Sukardi, (2002:49).Tujuan konseling kelompok meliputi:
a)      Melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak
b)      Melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman sebayanya
c)      Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota kelompok
d)     Mengentaskan permasalahan – permasalahan kelompok.
3)        Menurut Prayitno, (1997:80). Konseling kelompok memungkinkan siswa memperoleh kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui dinamika kelompok.
3.         Asas Bimbingan dan Konseling Kelompok
a.      Asas Bimbingan Kelompok
Dalam kegiatan konseling kelompok terdapat sejumlah aturan ataupun asas-asas yang harus diperhatikan oleh para anggota, asas-asas tersebut yaitu:
1)   Asas Kesukarelaan
Kehadiran, pendapat, usulan, ataupun tanggapan dari anggota kelompok harus bersifat sukarela, tanpa paksaan.Klien secara sukarela dan tanpa adanya paksaan, mau menyampaikan masalah yang dihadapi dengan mengungkapkan hal – hal yang dialaminya pada konselor.
2)   Asas keterbukaan
Keterbukaan dari anggota kelompok sangat diperlukan sekali. Karena jika ketrbukaan ini tidak muncul maka akan terdapat keragu-raguan atau kekhawatiran dari anggota.
3)   Asas kegiatan
Hasil  layanan konseling kelompok tidak akan berarti bila klien yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan– tujuan bimbingan. Pemimpin kelompok hendaknya menimbulkan suasana agar klien yang dibimbing mampu menyelenggarakan kegiatan yang dimaksud dalam penyelesaian masalah.
4)   Asas kekinian
Masalah yag dibahas dalam kegiatan konseling kelompok harus bersifat sekarang. Maksudnya, masalah yang dibahas adalah masalah yang saat ini sedang dialami yang mendesak, yang mengganggu keefektifan kehidupan sehari-hari, yang membutuhkan penyelesaian segera, bukan masalah dua tahun yang lalu ataupun masalah waktu kecil.
5)   Asas kenormatifan
Dalam kegiatan konseling kelompok, setiap anggota harus dapat menghargai pendapat orang lain, jika ada yang ingin mengeluarkan pendapat maka anggota yang lain harus mempersilahkannya terlebih dahulu atau dengan kata lain tidak ada yang berebut.
6)   Asas kerahasiaan
Asas kerahasiaan ini memegang peranan penting dalam bimbingan kelompok diharapkan bersedia menjaga semua (pembicaraan ataupun tindakan) yang ada dalam kegiatan bimbingan kelompok dan tidak layak diketahui oleh orang lain selain orang-orang yang mengikuti kegiatan .
b.      Asas Konseling Kelompok
Dalam kegiatan konseling kelompok terdapat sejumlah aturan ataupun asas-asas yang harus diperhatikan oleh para anggota, asas-asas tersebut yaitu:
1)        Asas kerahasiaan
Asas kerahasiaan ini memegang peranan penting dalam konseling kelompok karena masalah yang dibahas dalam konseling kelompok bersifat pribadi, maka setiap anggota kelompok diharapkan bersedia menjaga semua (pembicaraan ataupun tindakan) yang ada dalam kegiatan konseling kelompok dan tidak layak diketahui oleh orang lain selain orang-orang yang mengikuti kegiatan konseling kelompok .
2)        Asas Kesukarelaan
Kehadiran, pendapat, usulan, ataupun tanggapan dari anggota kelompok harus bersifat sukarela, tanpa paksaan.
3)        Asas keterbukaan
Keterbukaan dari anggota kelompok sangat diperlukan sekali. Karena jika ketrbukaan ini tidak muncul maka akan terdapat keragu-raguan atau kekhawatiran dari anggota.
4)        Asas kegiatan
Hasil  layanan konseling kelompok tidak akan berarti bila klien yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan– tujuan bimbingan. Pemimpin kelompok hendaknya menimbulkan suasana agar klien yang dibimbing mampu menyelenggarakan kegiatan yang dimaksud dalam penyelesaian masalah
5)        Asas kenormatifan
Dalam kegiatan konseling kelompok, setiap anggota harus dapat menghargai pendapat orang lain, jika ada yang ingin mengeluarkan pendapat maka anggota yang lain harus mempersilahkannya terlebih dahulu atau dengan kata lain tidak ada yang berebut.
6)        Asas kekinian
Masalah yag dibahas dalam kegiatan konseling kelompok harus bersifat sekarang. Maksudnya, masalah yang dibahas adalah masalah yang saat ini sedang dialami yang mendesak, yang mengganggu keefektifan kehidupan sehari-hari, yang membutuhkan penyelesaian segera, bukan masalah dua tahun yang lalu ataupun masalah waktu kecil.
B.     Prosedure Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Kelompok
Prosedur pelaksanaan menurut Prayitno Bimbingan kelompok dan Konseling Kelompok diselenggarakan melalui empat tahap kegiatan, yaitu :
a.       Tahap pembentukan, yaitu tahap untuk membentuk sejumlah individu menjadi satu kelompok yang siap mengembangkan dinamika kelompok untuk mencapai tujuan bersama
b.      Tahap peralihan, yaitu tahapan untuk mengalihkan kegiatan awal kelompok ke kegiatan berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok.
c.       Tahap kegiatan, yaitu tahap “kegiatan inti” untuk membahas topik-topik tertentu (Pada BKp) atau mengentaskan masalah pribadi anggota kelompok (pada KKp)
d.      Tahap pengakhiran, yaitu tahapan akhir kegiatan untuk melihat kembali apa yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok, serta merencanakan kegiatan selanjutnya.
C.    Dinamika Kelompok dan Permainan Kelompok
a.      Dinamika Kelompok
1)   Menurut Slamet Santosa (2004) dinamika kelompok adalah suatu kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis jelas antar anggotanya yang satu dengan yang lainnya.
2)   Menurut Prayitno (1995) dinamika kelompok merupakan sinergi dari semua factor yang ada dalam kelompok artinya merupakan pengerah secara serentak semua factor yang dapat digerakkan dalam kelompok itu, dengan demikian dinamika kelompok merupakan jiwa yang menghidupkan dan menghidupi kelompok.
3)   Menurut Winkel dinamika kelompok adalah studi tentang kekuatan-kekuatan sosial dalam suatu kelompok yang memperlancar atau menghambat proses kerjasama dalam kelompok, segala metode, sarana danteknik yang dapat diterapkan bila sejumlah orang bekerjasama dalam kelompok misalakan berpeeran, observasi terhadap jalannya proses kelompok dan pemberian umpan balik serta prosedur menangani organisasi dan pengelolaan suatu kelompok.
4)   Menurut  Prof.Mungin (2005 : 61) dinamika kelompok adalah studi yang menggambarkan berbagai kekuatan yang menentukan perilaku anggota dan perilaku kelompok yang menyebabkan terjadinya gerak perubahan dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang telah di tetapkan.
Jadi  dinamika kelompok merupakan interaksi dan interdepensi antar anggota kelompok yang satu dengan yang lain kekuatan-kekuatan sosial yang membentuk sinergi dari semua faktor yang ada di dalam kelompok yang menyebabkan adanya suatu gerak perubahan dan umpan balik antara anggota dengan kelompok secara keseluruhan.
a.   Fungsi Dinamika Kelompok
Fungsi dari dinamika di dalam keompok  antara lain:
1)   Membentuk kerjasama saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan hidup.
2)   Memudahkan segala pekerjaan.
3)   Mengerjakan pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi beban pekerjaan yang terlalu besar sehingga selesai lebih efektif, cepat dan efisien.
4)   Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat
Dalam dinamika kelompok untuk mengetahui fungsinya perlu di mengerti pula tanda-tanda Dinamika kelompok sudah terbentuk
Menurut Mungin (2005 : 63) konseling kelompok memanfaatkan dinamiuka kelompok sebagai upaya untuk membimbing anggota kelompok untuk mencapai tujuan. Media dinamika kelompok ini, unik dan hanya dapat ditemukan dalam suatu kelompok yang benar-benar hidup. Kelompok yang hidup adalah kelompok yang memiliki cirri-ciri dinamis, bergerak dan aktif berfungsi untuk memenuhi suatu kebutuhan dan mencapai suatu tujuan.
Menurut Glading dalam Mungin (2005 : 62) dinamika kelompok dapat digambarkan dengan kekuatan-kekuatan yang muncul dalan suatu kelompok. Kekuatan-kekuatan itu bias tampak jelas atau mungkin tersembunyi seperti bagaimana para anggota kelompok merasakan diri mereka sendiri, saling merasakan satu sama lain, dan merasakan pemimpin kelompok mereka, bagaimana mereka berbicara satu sama lain, dan bagaimana pemimpin kelompok mereaksi para anggota.
Selanjutnya menurut Mungin (2005 : 69) dinamika kelompok benar-benar terwujud dalam kelompok dapat dilihat dari : a) anggota kelompok dapat membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok, b) anggota kelompok mampu mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam kegiatan kelompok, c) anggota kelompok dapat membantu tercapainya tujuan bersama, d)anggota kelompok dapat mematuhi aturan kelompok dengan baik, e) anggota kelompok benar-benar aktif dalam seluruh kegiatan kelompok, f) anggota kelompok dapat berkomunikasi secara terbuka, g) anggota kelompok dapat membantu orang lain, h) amggota kelompok dapat member kesempatan kepada anggota lain untuk menjalankan perannya, i) anggota kelompok dapat menyadari pentingnya kegiatan kelompok.
b.   Peranan Dinamika Kelompok dalam Bimbingan dan Konseling.
Secara khusus, dinamika kelompok berperan dalam memecahan  masalah pribadi para anggota kelompok yaitu apabila interaksi dalam kelompok difokuskan pada pemecahan masalah pribadi yang  dibahas. Dinamika kelompok juga berperan dalam menumbuhkan kehangatan dalam kelompok sehingga semua nggota kelompok dapat berperan aktif menyumbangkan pendapat atau pemikiranya.
b.      Permainan Kelompok pada Bimbingan dan Konseling Kelompok
Salah satu kegiatan untuk menimbulkan dinamika dalam kelompok adalah adanya permaianan. Permaianan yang dilakukan dalam bimbingan kelompok yang praktikan laksanakan adalah permaian “Kata Berangkai” dan dalam konseling kelompok adalah “ Bisik berangkai” dengan prosedur :
1)   Permaian Bimbingan Kelompok “ Kata Berangkai “
Waktu                  : ± 10 menit
Kelompok            : Baik dilakukan dengan jumlah anggota 10 orang atau lebih namun bisa disesuaikan dengan keadaan jumlah anggota dalam kelompok yang pada waktu itu berjumlah  7 orang.
Fungsi permaiana  : melatih kecepatan berfikir, membentuk dinamika dalam keompok.
Peralatan              : Tidak ada peralatan yang digunkan hanya memerlukan arena bermaian.
Langkah bermaian
1.        Praktikan memberitau peserta tentang nama permainan yaitu “kata berangkai”.
2.        Praktika memberikan keterangan cara permainan yaitu permaian dilakukan dengan merangkai kata dengan merangkai huruf akhir dalam kata dibuat kata baru dengan contoh anak huruf terakhirnya “k” berarti kita merangkai kata yang berawalan “k” yaitu kadal dan seterusya. Dalam permaian bila ada anggota yang tidak bisa melanjutkan kata dalam waktu 5 detik di akhir acara diminta untuk menunjukan kebolehanya atau bakat dan hobi seperti menyanyi.menari,main musik dan lainya.
2)   Peraminan dalam konseling kelompok “ Bisik Berangkai “
Waktu                  : ± 10 menit
Kelompok            : Baik dilakukan dengan jumlah anggota 10 orang atau lebih namun bisa disesuaikan dengan keadaan jumlah anggota dalam kelompok yang pada waktu itu berjumlah  7 orang.
Fungsi                  : melatih kecepatan berfikir, daya ingat,konsentarasi,  dan mengetes pendengaran untuk ketepatan menjawab
Peralatan              : Tidak ada peralatan yang digunkan hanya memerlukan arena bermaian.
Langkah bermaian
1.      Praktikan memberitau peserta tentang nama permainan yaitu “Bisik berangkai”.
2.      Praktika memberikan keterangan cara permainan yaitu permaian dilakukan dengan cara membisikan suatu kata kemudian dilanjutkan membisikan kata kepada teman yang ada disampingnya. Dalam permaian bila ada anggota yang tidak bisa tepat menyebutkan kata yang telah dibisikan dalam waktu 5 detik di akhir acara diminta untuk menunjukan kebolehanya atau bakat dan hobi seperti menyanyi.menari,main musik dan lainya.
D.    Pemimpin Kelompok
a.      Syarat
Menurut Prof. Mungin Eddy W ( 2005:118) ada beberapa syarat menjadi pemimpin kelompok yaitu:
1.    Kepribadian dan Karakter pemimpin kelompok
a.    Kehadiran,pemimpin kelompok bisa hadir secara emosional pada penggalaman orang lain.
b.    Kekuatan pribadi,meliputi kepercayaan diri dan kesadaran akan pengaruh sesorang kepada orang lain.
c.    Keberaniana, pemimpin kelompok yang efektif harus sadar bahea mereka perlu menunjukan keberanian dalam interaksi dengan anggotanya.
d.   Kemauan untuk mengkonfrontasi diri sendiri,menunjukan keberanian bukan hanya pada cara- cara berhubungan dengan kelompok tetapi dengan berhubungan dengan diri mereka sendiri juga.
e.    Kesadaran diri, berbarengan dengan hal menghadapi diri sendiri. Ciri esensial dari kepemimpinan efektif adalah kesadaran akan diri sendiri, akan kebutuhan dan motivasi – motivasi seseorang,akan konflik atau masalah – masalah pribadi,akan bertahanan dan titik kelemahan,akan bidang usaha – uasaha yang belum selesai.
f.     Kesungguhan/ketulusan, minat yang tulus dan sungguh – sungguh pada kesejahteraan orang lain dan kemampuan untuk berkembang secara konstruktif.
g.    Keaslian (authenticity) ,pemimpin menjadi sesorang yang asli,nyata atau rill,kongruen dan jujur.
h.    Mengerti identitas, bila akan menolong orang lain,pemimpin kelompok perlu memiliki pengertian yang jelas tentang identitas diri mereka sendiri.
i.      Keyakinan / kepercyaan dalam proses kelompok,merupakan esensi keberhasilan dari proses kelompok.
j.      Kegairahan (antusiasme)
k.    Daya cipta dan kreatif
l.      Daya tahan (stamina)
Menurut Trait Theories of Leadership di dalam buku Dinamika Kelompok karangan Slamet Santosa menyebutkan ciri seseorang dapat dikatakan pemimpin adalah :
1)      Intelegensi bahwa pemimpin memiliki intelegensi lebih dari yang lain.
2)      Kematangan sosial dan pengetahuan luas.
3)      Memiliki motivasi sendiri dan dorongan berprestasi.
4)      Sikap untuk meyakini hubungan dengan orang lain.
Menurut Floyd ruch dan Stogdill dalam buku Dinamika Kelompok karangan Slamet Santosa menyebutkan syarat pemimpin  adalah :
1)      Social perception, pemimpin harus dapat memiliki ketajaman dalam menghadapi situasi.
2)      Ability in abstract thinking, pemimpin harus memiliki kecakapan secara abstrak terhadap masalah yang dihadapi.
3)      Emotional stability, pemimpin harus memiliki perasaan yang stabil, tidak mudah terkena pengaruh dari pihak luar.
b.      Tugas dan Peranan
Menurut Prof. Munggin (2005 : 107-105)D tugas dari pemimpin kelompok adalah :
1)   Membuat dan Mempertahankan Kelompok
Pemimpin mempunyai tugas untuk membentuk dan mempertahankan kelompok. Melalui wawancara awal dengan calon anggota dan melalui seleksi yang baik, pemimpin kelompok membentuk konseling.
2)   Membentuk budaya
Setelah kelompok terbentuk, pemimpin kelompok mengupayakan agar kelompok menjadi sistem sosial yang terapeutik kemudian dicoba menumbuhkan norma – norma yang dipakai sebagai pedoman interaksi kelompok.
3)   Membentuk norma – norma
Norma – norma di dalam kelompok dibentuk berdasarkan harapan anggota kelompok terhadap kelompok dan pengaruh langsung maupun tidak langsung dari pemimpin dan anggota yang lebih pengaruh.
Menurut Prayitno peran pemimpin kelompok adalah :
1)   Pembentukan kelompok dari sekumpulan (calon) peserta.
2)   Penstrukturan, yaitu membahas bersama anggota kelompok apa, mengapa dn bagaimana layanan BKp atau KKp dilaksanakan.
3)   Pertahapan kegiatan BKp dan KKp
4)   Penilain segera (laiseg )hasil layana BKp dan KKp
5)   Tindak lanjut layanan.
c.       Keterampilan yang harus dimiliki
Pemimpin kelompok harus menguasai dan mengembangkan kemampuan atau ketrampilan dan sikap  untuk terselenggaranya kegiatan kelompok. Ketrampilan dan sikap yang perlu dimiliki menurut Prof. Mungin(2005 :123 – 130 ) meliputi :
1)        Aktif mendengar
2)        Refleksi
3)        Menguraikan dan menjelaskan pertanyaan.
4)        Meringkas.
5)        Penjelasan singkat dan pemberian informasi
6)        Mendorong dan mendukung
7)        Pengaturan nada suara
8)        Pemberian model dan penyiapan diri.
9)        Penggunaan mata.
E.     Hasil Perubahan Anggota Kelompok
Hasil yang dharapkan pada kelompok yaitu dengan anggota memperoleh pemahaman baru dari kegiatan bimbingan dan konseling kelompok. Juga terentaskanya masalah anggota dalam kelompok dalam kegiatan koseling kelompok. Anggota dapat terbuka dalam mengungkapkan pendapat , saran, taupun masalah. Terciptanya hubungan yang hangat / terciptanya dinamika dalam kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
DewaKetut S. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Eddy, Wibowo Mungin. 2005. Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: Unnes Press.
Mugiarso, Heru dkk. 007. Bimbingan dan Konseling. Semarang : UPT UNNES PRESS.
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Romlah, Tatik. 2001. Teori dan Praktik Bimbingan Kelompok. Malang : Universitas Negeri Malang.
Santosa ,Slamet.2004. Dinamika Kelompok.jakarta : PT . Bumi Aksara.
W. S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti. 2004. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.




MASALAH YANG TERJADI PADA SEBUAH KONSELING KELOMPOK

MASALAH YANG TERJADI PADA SEBUAH KONSELING KELOMPOK

bimbingan dan konseling kelompok

Diskripsi Pertumbuhan serta psikologi Remaja




BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang Masalah
Awal mula menginjakkan kakinya ke alam dunia, meskipun dikerumuni beberapa atau bahkan banyak orang, tetap saja manusia “sendiri” pada hakikatnya. Sendiri dalam ketidaktahuannya dalam mengetahui bumi ini, sendiri dalam kepolosannya yang tidak tau cara untuk melakukan apapun.
Dengan berjalannya waktu yang tidak sedikitpun dapat dihentikan, manusia belajar merangkak untuk bisa mengetahui bahkan menguasai sesuatu yang ingin mereka dapatkan. Mereka belajar bagaimana agar dapat mencapai sesuatu yang sulit dengan memamfaatkan kekuatan lain. Tentunya sebelum itu, mereka belajar bagaimana cara mendapatkan kekuatan tersebut.
Setelah mengetahuinya, mereka mencari-cari informasi bagaimana supaya kekuatan itu tetap berada disekelilingnya, bahkan bagaimana kekuatan itu agar tetap berkembang dan terjaga. Orang-orang terdekat mereka, yang selalu menyokong dan mendukung aktivitas dan keinginan mereka, itulah kekuatan terbesar tersebut.
Biasanya manusia berkumpul dalam satu kelompok tertentu, baik itu kelompok sosial ataupun yang lainnya. Kelompok atau yang lebih santer dengan sebutan komunitas, biasanya berisi orang-orang yang memang sudah satu komitmen dalam keinginan, visi dan misi. Tapi, tidak bisa dibantah, bahwa adakalanya karena satu atau dua hal, muncul perbedaan-perbedaan pendapat, perbedaan-perbedaan persepsi, sehingga menyebabkan masalah dalam kelompok tersebut.
1.2     Tujuan penulisan
Tujuan penulisan mengangkat judul “Masalah – Masalah Kelompok” mempunyai beberapa tujuan, antara lain :
  1. Memberi pemahaman kepada pembaca bahwa dalam sebuah kelompok, adakalanya akan timbul masalah-masalah.
  2. Mengeksposisikan masalah-masalah yang lumrah terjadi dalam sebuah kelompok.
  3. Menumbuhkan rasa ingin mengetahui, sehingga untuk selanjutnya pembaca dapat mengaplikasikan hal-hal yang dapat membuat masalah-masalh tersebut tidak muncul.
1.3     Manfaat penulisan
  1. Sebagai bahan masukan untuk mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam kelompok.
  2. Sebagai bahan masukan untuk para pembaca agar dapat mendeteksi kiat-kiat apa yang harus dilakukan ketika masalah-masalh tersebut muncul.
1.4         Rumusan dan batasan masalah
  1. Apa pengertian masalah dan pengertian konseling kelompok?
  2. Bagaimana masalah-masalah dalam kelompok bisa muncul ?
Oleh karena keterbatasan penulis , baik dalam hal waktu, tenaga, maupun biaya , maka penulis merasa perlu untuk melakukan pembatasan masalah. Berdasarkan hal itulah penulis membuat makalah ini dengan judul “Masalah – Masalah Kelompok”. Dan di dalam penulisan ini, hanya akan dibahas hal-hal yang meliputi dan berkaitan dengan topik tersebut.
1.5     Metodologi dan Teknik Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode kepustakaan. Cara-cara yang digunakan pada penelitian ini, adalah :
  • Studi pustaka, yaitu dengan membaca buku-buku atau mencari sumber lain yang berkaitan dan menunjang dengan isi makalah.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1     Definisi Masalah dan Devinisi Konseling Kelompok
2.1.1       Definisi Masalah
Berikut beberapa pengertian masalah menurut beberapa ahli[1] :
2.1.1.1    Abdul Choli
Masalah adalah bagian dari kehidupan. Setiap orang pasti pernah menghadapi masalah, bisa bersumber dari diri sendiri maupun bersumber dari orang lain
2.1.1.2   Istijanto
Masalah merupakan bagian yang paling penting dalam proses riset, sebab masalah memberi pedoman jenis informasi yang nantinya akan dicari.
2.1.1.3   Richard Carson
Masalah adalah tempat terbaik untuk berlatih agar hati kita tetap terbuka karenamasalah adalah bagian dari kehidupan kita.
2.1.1.4   Menurut Ilmu Biologi
Masalah merupakan suatu pengertian/makna yang belum kita pahami tentang mengapa gejala benda dan gejala perustiwa di alam ini ada dan bisa terjadi atau mengalami proses serta mempengaruhi kehidupan kita.

2.1.2       Definisi Konseling Kelompok
Konseling kelompok merupakan suatu proses pertalian pribadi (interpersonal relationship) antara seorang atau beberapa konselor dengan sekelompok konseli yang dalam proses pertalian itu konselor berupaya membantu menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan konseli untuk menghadapi dan mengatasi persoalan atau hal‐hal yang menjadi kepedulian masing‐masing konseli melalui pengembangan pemahaman, sikap, keyakinan, dan perilaku konseli yang tepat dengan cara memanfaatkan suasana kelompok.[2]

2.2     Peristiwa Psikologis dalam Konseling Kelompok
Peristiwa psikologis dalam kelompok meliputi berbagai kehidupan peristiwa yang hampir selalu terjadi apabila dua orang atau lebih berada dalam suatu kelompok dan terjadi sebuah proses hubungan. Peristiwa psikologis tersebut berpangkal dari adanya interaksi antara berbagai bentuk perilaku yang ditampilkan oleh setiap individu terhadap individu lain dalam kelompok.[3] Tidak jauh berbeda dengan kelompok-kelompok dalam bidang lain, kelompok dalam kegiatan konseling pun (konseling kelompok) sama persis seperti itu.

2.3     Masalah-masalah dalam Konseling Kelompok
Telah dibicarakan di point sebelumnya, bahwa ketika dua orang atau lebih berkumpul (berada dalam satu kelompok), maka diantara mereka tidak dapat dihindarkan terjadinya suatu jalinan/proses hubungan. Proses hubungan yang dapat terjadi antara lain berupa : 1) Komunikasi, 2) Konflik, 3) Kerjasama, 4) Umpan balik, 5) Saling Percaya, 6) Keterbukaan, 7) Realisasi Diri, 8) Saling ketergantungan, dan 9) Kelompok yang efektif atau yang kurang efektif.[4]
Sesuatu yang rasional jika hal-hal tersebut sebagian besar dapat tebangun diantara anggota-anggota didalam suatu kelompok, bahkan tidak menutup kemungkinan mereka dapat membangun seluruh hal-hal yang berkaitan dengan proses hubungan kelompok tersebut. Akan tetapi, produk-produk proses hubungan tersebut tidak selalu menjadi faktor konseling kelompok berjalan dengan tanpa hambatan, justru adakalanya mereka bisa menjadi faktor penghambat bahkan bisa menjadi suatu masalah yang serius didalam konseling kelompok itu sendiri. Berikut akan dipaparkan mengenai proses hubungan sebagai masalah dalam konseling kelompok :

2.3.1      Komunikasi
2.3.1.1   Pengertian Komunikasi
Komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin communis yang berarti ‘sama’.Communicocommunicatio atau communicare yang berarti membuat sama (make to common).Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan. Oleh sebab itu, komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk dapat memahami satu dengan yang lainnya (communication depends on our ability to understand one another).[5]
Komunikasi adalah “suatu prosesyang dialami seseorang atau beberapa orang, kelompokorganisasi, dan masyarakat, dengan tujuan menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain”. Komunikasi dapat berarti juga sebagai suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Secara psikologis komunikasi diartikan sebagai suatu proses dimana seorang individu (komunikator) mentransformasikan stimuli (verbal) untuk memodovikasi perilaku individu lain audience (Hovlan, 1953)
Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasaverbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal.
2.3.1.2   Komunikasi Sebagai Masalah dalam Konseling Kelompok
Komunikasi sebagai suatu proses merupakan sarana penghubung antar dua makhluk hidup yang dapat terjadi antara sesama manusia atau dengan makhluk lain. Pada dasarnya individu yang melakukan komunikasi dengan pesan-pesan yang disengaja dan disadarinya, mengharapkan tercapainya tujuan dari proses komunikasi yang diciptakan tersebut, yaitu suatu kesamaan pandangan terhadap isi pesan yang disampaikannya. Maka komunikasi dirasa sangat penting keberadaannya didalam proses konseling kelompok.
Akan tetapi, justru kesalahan berkomunikasi dalam proses konseling, baik itu antar sesama konseli maupun antara konseli dan konselor, akan mengakibatkan terhambatnya keberlangsungan proses konseling. Bisa jadi karena pendapat atau sanggahan dari salah satu konseli menyinggung konseli lain, atau bis pula paparan dari konselor yang mengarahkan ke “A”, akan tetapi diserap maknanya “B” oleh salah satu konseli sehingga terjadi miss comunication diantara mereka berdua, atau yang lebih parah, ketika kemungkinan terjadi miss comunication diantara konselor dan beberapa konseli.
Maka komunikasi serupa itu yang menjadi masalah dalam keberlangsungan proses konseling kelompok.

2.3.2      Konflik
2.3.2.1   Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Konflik merupakan suatu proses yang terjadi apabila perilaku seseorang terhambat oleh perilaku orang lain atau oleh kejadian-kejadian yang berada diluar wilayah kendalinya. Secara sosiologis, dalam kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.[6]
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
2.3.2.2   Konflik sebagai Masalah Dalam Kelompok
Konflik antar individu sering terjadi dalam hubungan yang sangat erat (Peterson, 1993). Oleh karena itu dalam proses dinamika kelompok, konflik baru mulai muncul dalam fase stormingg (panca roba) setelah fase forming (pembentukan) terlampaui, dimana hubungan satu sama lain diantara anggota kelompok sudah dekat dan berbagai bentuk ketidaksamaan antar individu semakin nampak.
Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa konflik selalu muncul dalam hubungan yang dirasakan amat sempurna, makin sempurnanya hubungan antar pribadi dimana interaksi semakin terjadi dalam melibatkan berbagai bentuk kegiatan yang makin meluas, peluang untuk terjadiunya konflik menjadi besar karena dalam hubungan yang sangat erat, suatu pertengkaran kecilpun meski sangat kecil dan sepele sedikitpun dapat ditafsirkan bermacam-macam (Kelly, 1979).
Maka sudah sangat jelas, bahwa konflik itu dapat terjadi begitu saja ketika hubungan antara sesama individu dirasakan sudah mulai intensif. Dalam hubungan kekeluargaan saja (suami dengan istri, anak dengan orang tua, adik dengan kakak), ketika muncul ketidaksamaan atau ketidaksependapatan, maka dengan mudah konflik akan terjadi. Apalagi dalam proses konseling kelompok, yang notabene individu yang lain adalah “orang lain” maka munculnya konflik akan lebih sangat mudah, sehimgga kejadian seperti ini pula dapat menjadi masalah dalam konseling kelompok.

2.3.3      Kerjasama
2.3.3.1   Pengertian Kerjasama
Secara harfiah, dalam bahasa Inggris kata kerjasama disebut sebagai cooperation. Melihat dari situs Reference, pengertian kerjasama dijabarkan ke dalam beberapa dimensi, antara lain jika diterjemahkan ke Indonesia, pengertian kerjasama di atas sebagai berikut:
1)      Sebuah tindakan atau bekerja bersama untuk mencapai tujuan atau keuntungan bersama; bertindak bersama.
2)      Bantuan aktif dari orang/organisasi/kelompok lain.
3)      Kerjasama dalam pandangan ekonomi, merupakan gabungan individu yang saling membantu untuk mencapai hasil produksi, pembelian atau distribusi demi keuntungan bersama.
4)      Kerjasama dalam pandangan Sosiologi, adalah aktifitas yang dilakukan bersama demi mencapai hasil yang saling menguntungkan.
5)      Kerjasama dalam pandangan Ekologis, berarti interaksi saling menguntungkan antara organisme hidup dalam sebuah wilayah terbatas.
Kerjasama didefinisikan oleh para ahli sebagai berikut:
1)      Moh. Jafar Hafsah menyebut kerjasama dengan istilah kemitraan, yang artinya adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.
2)      H. Kusnadi mengartikan kerjasama sebagai dua orang atau lebih untuk melakukan aktivitas bersama yang dilakukan secara terpadu yang diarahkan kepada suatu target atau tujuan tertentu.
3)      Zainudin memandang kerjasama sebagai kepedulian satu orang atau satu pihak dengan orang atau pihak lain yang tercermin dalam suatu kegiatan yang menguntungkan semua pihak dengan prinsip saling percaya, menghargai, dan adanya norma yang mengatur. Makna kerjasama dalam hal ini adalah kerjasama dalam konteks organisasi, yaitu kerja antar anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (seluruh anggota)[7].
Dari penjelasan mengenai pengertian kerjasama tadi, dapat disimpulkan bahwa kerjasama dilatarbelakangi oleh sifat manusia sebagai makhluk sosial yang terkadang perlu saling membantu guna memperoleh sebuah tujuan bersama.
2.3.3.2   Kerjasama sebagai Masalah dalam Kelompok
Untuk mencapai efektivitas dan produktivitas sebuah kelompok atau tim kerja, diperlukan suasana yang solid dan kondusif untuk memungkinkan terjadinya proses kerjasama diantara sesama anggotanya dalm mencapai tujuan kelompok.
Solideritas, efektivitas dan produktivitas kelompok dipengaruhi oleh adanya rasa percaya , keterbukaan, perwujudan diri, dan saling ketergantungan diantara individu-individu anggota kelompok.
Akan tetapi, yang menjadi hambatan adalah bahwasanya keempat faktor tersebut merupakan sesuatu yang abstrak dan sukar untuk diobservasi. Saling percaya, keterbukaan, perwujudan diri, dan saling ketergantungan biasanya akan mudah sekali roboh ketika ada sedikit saja kesalahan atau kesalahpahaman diantara individu (konseli) yang satu kelompok. Ketika hal tersebut terjadi, kerjasama kelompok yang diharapkan tidak akan terwujud. Maka, jika kerjasama yang diinginkan tetap dipaksakan tanpa diperbaiki terlebih dahulu, itupun merupakan masalah dalam konseling kelompok yang selanjutnya.

2.3.4      Rasa Percaya (Trust)
2.3.4.1   Pengertian Rasa Percaya (Trust)
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata ”percaya” mempunyai arti sebagai berikut : (1) mengakui atau yakin bahwa sesuatu memang benar atau nyata: — kpd ceritanya; — akan kabar itu; (2) menganggap atau yakin bahwa sesuatu itu benar-benar ada: — kpd barang gaib; (3) menganggap atau yakin bahwa seseorang itu jujur (tidak jahat dsb); (4) yakin benar atau memastikan akan kemampuan atau kelebihan seseorang atau sesuatu (bahwa akan dapat memenuhi harapannya dsb): — kpd diri sendiri.[8]
2.3.4.2   Rasa Percaya (Trust) sebagai Masalah dalam Kelompok
Pada dasarnya rasa percaya anggota kelompok (konseli) terhadap pimpinan (konselor) berorientasi pada kepentingan dirinya sendiri, seberapa jauh konselor dapat memenuhi harapan pribadinya serta sejauh mana konselor dapat membantu menemukan solusi permasalahan yang ia hadapi.
Rasa percaya antar individu perlu dimiliki oleh setiap anggota kelompok sebagai modal utama dalam menguatkan rasa kekelompokkan mereka selama keberlangsungan konseling, begitu pula rasa percaya individu-individu (konseli) terhadap konselor.
Dalam kelompok yang matang, rasa percaya antar individu semakin besar. Hal tersebut antar lain ditandai mereka bersedia menerima karakter (pribadi yang khas dari setiap anggota, mereka membuat setiap anggota merasa mamiliki dan penting di dalam kelompok, memberikan suatu perasaan menghargai satu sama lain dan setiap orang dimenngerti oleh setiap anggota lain), (Dow, 1971). Mereka juga tidak ragu-ragu, was-was, atau curiga karena mereka percaya bahwa yang lain dalam kelompok tidak akan mencelakakan dirinya. Hal itu sesungguhnya merupakan hakikat dari pentingnya menumbuhkan rasa percaya diantara individu dalam sebuah proses dinamikan kelompok yang dimkasud.
Akan tetapi rasa percaya yang berlebihan, baik itu terhadap sesama individu dalam kelompok atau bahkan terhadap konselor sekalipun, tidak dianjurkan pula. Rasa percaya yang berlebihan dapat menimbulkan ketergantungan individu yang terkait terhadap objek yang dipercayainya, dan itu akan berimbas kepada ketidakmampuannya dalam memikirkan serta menentukan solusi ntuk masalah yang dihadapinya. Rasa percaya yang seperti itu, akan menjadi masalah dan hambatan dalam proses konseling kelompok.

2.3.5      Keterbukaan (Openness)
2.3.5.1   Pengertian Keterbukaan (Openness)
Keterbukaan adalah suatu sikap dalam diri seseorang yang merasakan bahwa apa yang diketahui orang lain tentang dirinya bukanlah suatu ancaman yang akan membahayakan keselamatannya. Ia idak merasa perlu menyembunyikan sesuatu dalam dirinya, baik yang berhubungan dengan kepentingan orang lain ataupun yang tidak berhubungan dengan kepentingan orang lain.[9]
Jourard (1968) mengemukakan, tanda yang paling nyata mengenai keterbukaan diri dalam kelompok adalah munculnya keinginan dari setiap anggota untuk menceritakan segala pengalamannya secara luas seperti yang ia harapkan dari anggota lain untuk menceritakan pengalamannya pula. Kondisi seperti ini menunjukan bahwa hubungan kelompok sudah sangat matang.
2.3.5.2 Keterbukaan sebagai Masalah dalam Kelompok
Keterbukaan menuntut seseorang untuk mampu dengan ikhlas memberikan umpan balik kepada orang lain. Selain itu, ia dituntut mampu dan ikhlas menerima umpan balik dari orang lain tanpa adanya rasa tersinggung atau digurui oleh pemberi umpan balik.
Selain itu meskipun keterbukaan merupakan sebuah kata yang mudah diucapkan, tetapi tidak semua keterbukaan dapat bernilai positiv bagi hubungan kedua belah pihak. Keterbukaan memerlukan sikap positiv dan dewasa dalam diri setiap orang yang berinteraksi, yaitu yang selalu berprasangka baik terhadap apa yang dipikirkan, diucapkan, dan dilakukan orang lain.
Maka ketika salah satu pihak (konseli terhadap konselor/konseli terhadap konseli lain) tidak dapat bersikap seperti itu, masalah dalam kelompok akan muncul.

2.3.6     Realisasi diri/perwujudan diri (Self-Realization)
2.3.6.1   Pengertian Realisasi Diri/Perwujudan Diri (Self-Realization)
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, realisasi diri dapat berarti proses menjadikan nyata; perwujudan; me·re·a·li·sa·si melakukan (mengusahakan, melaksanakan) perwujudan.[10]
Sedangkan perwujudan diri merupakan salah satu bentuk kebutuhan manusia. Maslow menyebutnya sebagai tingkat kebutuhan yang paling sukar diidentifikasi karena setiap orang akan berusaha memenuhi kebutuhan yang satu ini dengan caranya masing-masing (Hersey dan Blanchard, 1982).
Meskipun Maslow membagi Hierarki kebutuhan individu dalam lima tingkatan dan upaya pencapaiannya melalui tahapan yang bertingkat pula, pada dasarnya setiap orang ingin agar keadaan dirinya dalam satu lingkungan mempunyai makna, dirasakan, dan diakui oleh orang lain. Tinggi atau rendahnya perwujudan diri seseorang dalam sebuah kelompok dapat dilihat dari gejala yang tampak dalam interaksi anggota. (TORI Group, 1996)
2.3.6.2             Realisasi Diri/Perwujudan Diri sebagai masalah dalam Kelompok
Untuk membuat kelompok menjadi solid, efektif, dan produktif, faktor perwujudan diri setiap anggota perlu mendapatkan porsi yang cukup. Ketika hal tersebut tidak terpenuhi, maka akan sangat rentan sekali muncul masalah dalam sebuah kelompok.

2.3.7      Saling Ketergantungan (Interdependence)
2.3.7.1   Pengertian saling Ketergantungan (Interdependence)
Saling ketergantungan merupakan kondisi mental anggota kelompok dengan saling mengandalkan anggota lain dalam melakukan realitas sosial didalam kelompoknya (Schachter, 1951). Menurutnya kondisi saling ketergantungan ini dipengaruhi oleh tiga variabel, yaitu : (1) cohesiveness atau ikatan anatar individu; (2) ketersangkutpautan; (3) state opinion atau pernyatan pendapat.[11]
Apabila perbedaan pendapat antar individu makin besar, rasa saling ketergantungan akan semakin menurun. Sebaliknya, apabila pendapat mereka identik, rasa saling ketergantungan akan tinggi. Makin kuat ikatan antar individu, makin tinggi rasa saling ketergantungan. Makin lemah ikatan antar individu, makin rendah pula saling ketergantungan. Makin relevan topik pemmbicaraan, makin tinggi tingkat saling ketergantungan, makin tidak relevan topik pembicaraan, makin rendah pula tingkat ketergantungan individu.
2.3.7.2    Saling Ketergantungan sebagai Masalah dalam Kelompok
Ketika seorang individu merasa ia bisa dan mampu mengerjakan sesuatu ketika ada individu yang lain, begitupun juga sebaliknya, maka dua orang tersebut mengalami saling ketergantungan, hal tersebut dinilai positiv karena adanya rasa saling mengandalkan antara mereka, yang mengindikasikan bahwa mereka saling mempercayai kemampuan masing-masing untuk dapat diandalkan. Akan tetapi ketergantungan juga berbahaya, karena ketika orang yang dia andalkan tidak ada atau bahkan tidak dapat membantunya, biasanya individu drop dan merasa bahwa semua yang dilakukannya tidak akan ada arti dan hasilnya, jika ia lakukan sendiri.
Jika dalam sebuah kelompok terdapat sebuah ketergantungan yang seperti itu, maka hal tersebut akan menjadi masalah yang dapat menghambat.

2.3.8      Umpan Balik
2.3.8.1   Pengertian Umpan Balik
Umpan balik adalah respon yang diberikan oleh penerima pesan (konseli) kepada pengirim pesan (konselor) sebagai tanggapan atas informasi yang dikirim padanya. Atau dapat berarti pula bahwa umpan balik merupakan reaksi, respon atau efek yang ditimbulkan sebagai tanda diterima atau ditolaknya suatu informasi atau pesan oleh komunikan maupun komunikator.[12] Umpan balik tersebut karena merupakan hasil yang ditimbulkan maka dapat merubah tindakan yang akan ditimbulkan kemudian. Hal tersebut disebabkan pesan yang tidak mengerti, adanya perbedaan encoding dari makna. Perbedaan frime of refrence, yang mengakibatkan kesalahan dalam penerimaan pesan/informasi.
Porter (1982) mengemukakan, umpan balik hendaklah dalam suasana here and now(di sini dan sekarang). Artinya umpan hendaknya disampaikan sesegera mungkin tidak terlalu ditunda setelah kejadian berlalu. Hal tersebut tentu saja harus segera terjadi dalam situasi dan kondisi yang tepat , dimana pihak-p8ihak yang terlibat berada dalam suasana nyaman dan tenang. Porter juga mengemukakan bahwa isi daro=i unpan bvalikc adalah hal-hal yang bersifat in formatif bukan suatu penilaian.
2.3.8.2 Umpan Balik Sebagai Masalah dalam Konseling Kelompok
Penggunaan umpan balik merupakan suatu cara untuk menjelaskan salah pengertian dalam hubungan yang penting diantara dua orang yang berinteraksi (Bunker, 1992). Selanjutnya dikatakan bahwa sumber ketegangan dalam hubungan antara dua orang individu adalah adanya : (1) perbedaan kepentingan; (2) salah pengertian terhadap perilaku pihak lain.
Salah pengertian terhadap perilaku pihak lain berpengarauh pada perasaan seseorang yang mungkin menyebabkannya marah, atau merasa tidak senang dan akibatnya terjadi perpecahan dalam hubungan antar pribadi. Salah pengertian ini disebabkan oleh kurangnhya informasi yang benar dan langsung dari salah satu pihak, kemudian terjadi interpretasi yang tidak tepat sehingga menimbulkan salah persepsi terhadap perilaku pihak lain. Dalam konteks inilah diperlukan umpan balik yang benar agar tidak terjadi salah pengertian.
Maka ketika umpan balik dari satu pihak dilakukan dengan tidak benar, akan muncul hambatan-hambatan yang datang dari adanya salah pengertian dari pihak lain.

2.3.9             Kelompok yang efektif atau yang kurang efektif
2.3.9.1       Kelompok yang efektif
Dalam sebuah kelompok yang efektif dapat kita saksikan adanya aktivitas kelompok dibawah ini, antara lain;
  1. Mengambil inisiatif, antara lain mengajukan pendapat baru, merumuskan dan memberi pengertian baru terhadap masalah sehingga menjadi lebih jelas, menunjukkan kelemahan masalah serta mengusulkan pemecahan masalah.
  2. Mencari informasi, antara lain meminta penjelasan terhadap saran yang diajukan, meminta tambahan informasi atau fakta data.
  3. Mengumpulkan pendapat, antara lain menanyakan ekspresi perasaan anggota serta usul atau ide para anggota terhadaap suatu masalah.
  4. Memberi informasi, antara lain menyajikan fakta dan memberikan kesimpulan dengan ilustrasi pengalamannya sehubungan dengan masalah yang dihadapi kelompok.
  5. Mencari pendapat, antara lain menanyakan pendapat atau keyakinan anggota tentang suatu saran, terutama terkait dengan nilai-nilai bukan fakta.
  6. Mengolah informasi, yaitu menjelaskan, memberi contoh, menafsirkan dan menggambarkan akibatyang dapat terjadi apabila saran dilaksanakan.
  7. Mengoordinasikan, antara lain menyatukan berbagai pendapat atau saran, mengintegrasikan aktivitas anggota-anggota atau sub-sub kelompok.
  8. Menyimpulkan, antara lain menyimpulkan pendapat atau saran-saran yang saling berhubungan dan mengulang saran tersebut setelah kelompok mendiskusikannya.
2.3.9.2   Kelompok yang kurang efektif
Dalam sebuah kelompok yang kurang efektif, dapat disaksikan adanya perilaku anggota yang berorientasi pada dirinya sendiri, seperti;
  1. Menentang, mengkritik, menyalahkan oranglain, dan merendahkan orang lain.
  2. Menghalangi, antara lain menghalangi kemajuan kelompok dalam mencapai sasarannya dengan membelokkan pembicaraan ke arah lain, mengutarakan pendapat pribadi yang tidak ada hubungannya dengan topik yang sedang dibicarakan, dan bicara terlalu banyak yang menimbulkan kesan ingin mendapatkan pujian.
  3. Mendominasi, antara lain memborong pembicaraan dalam kelompok dengan menekankan pendapatnya sendiri, tidak menghargai pendapat orang lain dan kelompok.
  4. Menyaingi, antara lain selalu berusaha mengajukan pendapat lebih dulu dari orang lain, bersaing untuk mengemukakan ide atau pendapat yang paling bagus, mencari muka pada pimpinan.
  5. Menyokong pendapat tertentu, antara lain mengajukan atau mendukung pendapat tertentu yang berkaitan dengan kepentingan atau filsafat hidupnya.
  6. Mengganggu proses, antara lain sering melucu, menampilkan hal tertentu, serta menginterupsi pembicaraan dan pekerjaan kelompok dengan pemikiran yang kurang relevan.
  7. Mencari nama, yaitu mencoba untuk mengarahkan semua perhatian anggota kelompok kepadanya, antara lain dengan bicara keras mengemukakan pendapat yang ekstrem dan berperilaku aneh.
  8. Berbuat acuh tak acuh, antara lain berlaku pasif, bersikap masa bodoh, tidak peduli terhadap situasi kelompok, melamun, berbisik-bisik dengan orang lain, dan lari daritopik pembicaraan ynag sedang dibahas. (Pusdiklat Depnaker, 1989)
Memperhatikan semua perilaku antar individu dalam kelompok mengenai kelompok yang efektif dan kelompok yang tidak efektif, maka sangat jelas bahwa masalah yang akan muncul dalam sebuah kelompok adalah masalah yang datang dari kelompok yang kurang efektif.










BAB III
PENUTUP
3.1         Kesimpulan
Apabila dua orang atau lebih berada dalam suatu kelompok, maka disadari atau tidak, akan terjadi sebuah proses hubungan. Proses hubungan tersebut, pada dasarnya akan sangat membantu terhadap keevektifitasan kelompok tersebut. Akan tetapi, ketika anggota kelompok tersebut tidak bisa memamfaatkan produk dari proses hubungan yang dimaksud, maka semua itu (produk dari proses hubungan) justru akan menjadi masalah dalam kelompok. Proses hubungan yang dapat terjadi antara lain, berupa : 1) Komunikasi, 2) Konflik, 3) Kerjasama, 4) Umpan balik, 5) Saling Percaya, 6) Keterbukaan, 7) Realisasi Diri, 8) Saling ketergantungan, dan 9) Kelompok yang efektif atau yang kurang efektif.

3.2         Saran
  1. Kepada para konselor, agar dapat mengoptimalkan suasana kelompok, sehingga masalah-masalah dalam kelompkok tidak muncul.
  2. Kepada para peserta didik/pelajar atau siapapun yang berada dalam sebuah kelompok (didalam/diluar konseling), supaya mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan masalah dengan kelompok, agar bisa mengantisipasi atau mempersiapkan solusi ketika masalah tersebut muncul.
[2]http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi. Di unduh dari Blog Sugiyanto, Tanggal 8 September 2013
[3]Hartinah, Siti. 2009. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung: PT.Refika Aditama
[4]Ibid, hal 49
[5]http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi, diunduh tanggal 8 September 2013

[6]http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik. Diunduh tanggal 8 September 2013


[9]Op.cit. hal 52

[11]lok.cit, hal 53
[12]http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi. Diunduh tanggal 8 September 2013.